
Sebuah Orbituari
Drs. H. Susi Esanedi, Sosok Sang Penghibur Kami
Saya mengenalnya di kisaran tahun 2007. Gaya bicaranya, style dan kacamatanya yang tebal menandakan sosok intelek. Rupanya, dia adalah alumnus Fakultas Filsafat UGM, namun hampir orang yang kurang jauh mengenalnya jamak menduganya seorang lulusan ekonomi. Boleh jadi karena dia banyak dikenal sebagai investor dan deposan di banyak bank dan berbagai lembaga keuangan.
Di awal-awal perkenalan dengannya, dia sering mengajarkan kepada saya tentang “teori ujung jarum”. Baginya, kekayaan bukan lagi tanah yang luas, tapi sebarapa banyak uang cash kita. Tanah memang akan selalu naik, tetapi uang cash yang “ditaruh” dalam “keranjang” yang benar tidak akan kalah menguntungannya dari asset lainnya.
Panjang jarum yang pendek, tentu sekalipun ujungnya digeser dengan derajat yang besar luasannya tidak akan besar. Beda halnya jika ukuran jarum ini terhitung jauh lebih panjang maka bergeser sedikit derajat saja dampaknya akan signifikan. Katanya, uang 100 ribu sekalipun menghasilkan return 10% maka hanya akan menghasilkan 10 ribu saja. Tentu akan berbeda signifikansinya dengan uang 1 milyar. Walaupun hanya menghasilkan return 2% saja misalnya, bisa menghasilkan 20 juta.
Untuk menghasilkan 20 juta dari 1 milyar, tentu bukan perkara mudah. Butuh belajar dan pengalaman. Pengendalian risiko adalah factor utama, maka dari dialah saya banyak belajar tentang manajemen risiko mengelola lembaga keuangan.
Berdiskusi berjam-jam dengannya tak akan membosankan, apalagi jika sekedar mengobrol sudah pasti akan lupa waktu bersamanya. Gaya bicaranya yang terbuka, ceplas-ceplos dan humoris membuat siapapun yang berinteraksi dengannya terasa akrab dan tidak sakit hati dengan omongannya baik yang tidak disengajakan untuk menyinggung atau bahkan sengaja menggojlok. Kami seperti sepakat bahwa dialah sosok yang paling komunikatif di antara kami. Bisa jadi, karakternya yang mengasyikkan karena terbawa oleh jiwa keseniannya yang terbentuk lama.
Permainan gitarnya membuat suasana penuh keakraban di saat kami berkumpul, di mana ada gitar di sekitarnya. Dia tak fanatik hanya pada satu genre musik saja. Ia jago mengiringi lagu-lagu Iwan Fals, namun di waktu yang sama dia juga tangkas mengiringi kawula muda yang menggemari musik jawa kekinian ala Denny Caknan.
Satu hal yang tak terlupakan dalam permainan gitarnya adalah saat dia mengiringi saya membaca puisi saya sendiri berjudul “Bagaimana Mungkin” dan “Apa yang Bisa Diharapkan” saat acara employee gathering di Wonosobo.
Pak Susi, kami percaya engkau adalah orang baik dan layak mendapatkan tempat terbaik di sisih-Nya. Terima kasih telah membersamai kami dengan cerita-cerita mengasyikkan dalam canda dan tawamu. Selamat menempuh perjalananmu, mengarungi kisah baru, menuai kebaikan-kebaikanmu. Semoga canda dan tawamu pada kami menjadi jariyah bagimu yang menghadirkan teman-teman baik barumu di sana.
Abdul Latif,
Direktur KSPPS Prima Artha