Ramadhan belum lama berlalu. Tetapi sesuatu yang telah berlalu pasti akan terasa jauh. Siapapun yang memiliki kualitas keimaman yang baik akan selalu merindukannya. Meskipun sebelas bulan bukanlah waktu yang lama tetapi tidak ada yang bisa memastikan bahwa ramadhan mendatang masih akan bisa berumpa atau tidaknya.
Ramadhan memang berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Meskipun ia bukanlah satu dari empat bulan yang dimuliakan dalam pengertian arba’atun hurum tetapi ramadhan adalah bulan yang istimewa. Bahkan jika Rajab disebut sebagai bulan umat Nabi Muhammad, Sya’ban disebut sebagai bulan Nabi Muhammad SAW maka Ramadhan bulannya Allah (syahrullah). Di sinilah istimewanya, ramadhhan sebagai bulannya Allah, bulan diwajibkannya berpuasa, bulan diturunkannya kitab suci alquran, dan juga adanya bonus malam lailatul qodar. Mari kita urai satu persatu-satu keistimewaan tersebut.
Pertama, ramadhan sebagai bulan wajibnya puasa. Tidak seperti ibadah lainnya, dalam ibadah puasa Allahlah yang sepenuhnya mengganjar ibadah itu. Ash-shoumu li wa ana ajzii bihi, kata Allah: puasa (ramadhan) adalah untuk-Ku dan Akulah yang akan mengganjarnya. Maka puasa adalah ibadah yang betul-betul bersifat privat antara shoim (orang yang berpuasa) dengan Allah. Shoim harus benar-benar menjaga dirinya dari hal yang membatalkan puasa dan juga hal-hal yang merusak esensi puasa meskipun tidak membatalkan, seperti menjaga ucapan, pandangan dan indera lainnya. Dalam hal inilah puasa benar-benar bersifat privat, karena batal atau rusaknya puasa hanya shoim dan Allahlah yang tahu.
Kedua, ramadhan sebagai bulan diturunkannya alquran. Karena ramdahan adalah bulan diturunkannya Alquran dan bulannya Allah maka amalan yang sangat dianjurkan di bulan puasa adalah tilawatu kalamillah atau membaca kalam Allah (alquran), terlebih lagi adalah melakukan tadarrus atau mempelajari isi alquran. Di bulan ramadhan banyak orang bisa dengan mudahnya mengkhatamkan quran dalam sebulan, ada yang hanya sekali dalam sebulan, ada yang du kali, bahkan ada yang khatam sehari sekali. Ramdahan benar-benar memotivasi seorang mukmin untuk menabung pahala melalui ibadah tilawah di dalamnya.
Pahala membaca quran bukan dihitung dari satu ibadah sekedar membaca, tetapi ibadah itu dihitung secara detail per huruf demi huruf yang dibacanya. Belum lagi, itu dilakukan di bulan ramadhan yang sekalipun merupakan ibadah sunnah pahalanya tak ubahnya seperti ibadah wajib. Tak bisa dibayangkan, berapa besar pahala yang terkumpul bagi yang telah khatam membaca quran dalam sebulan, di mana setiap hurufnya berpahala 10 hasanah.
Ketiga, ramadhan sebagai bulan yang terdapat lailatul qodar, suatu malam di mana setiap satu ibadahnya berpahala seribu kali lipat. Meskpiun ada ijtihad dari beberapa ulama’ mengenai kapan malam lailatul qodar terjadi, tetap saja itu adfalah rahasia Allah, hanya Allahlah yang tahu tentunya dengan para malaikat yang turun ke bumi atas perintah-Nya. Kerahasiaan malam lailatul qodar ini adalah berkah bagi orang mukmin. Karenanya, orang mukmin akan menggiatkan malam-malamnya dengan ibadah tanpa harus memprediksi kapan malam itu terjadi. Jika sebulan penuh di malam-malam ramadhan dilalui dengan beribadah mengumpulkan pundi-pundi pahala (ihtisab) sudah barang tentu ada satu malam yang ibadahnya bernilai seribu bulan.
Pertanyaannya, bagaimanakah keistimewaan-keistimewaan itu bisa kita raih di luar ramadhan? Meskipun dari segi pahala dan suasana sudah pasti berbeda dengan bulan ramadahan tetapi seharusnya bisa menerapkan kebiasaan-kebiasaan ibadah ramadhan di luar ramadhan. Kebiasaan sholat tarawih bisa dilanjutkan dengan sholat malam, seperti tahajjud dan witir. Kebiasaan puasa, meskipun tidak perlu setiap hari bisa digiatkan puasa sunnah senin-kamis dan juga puasa-puasa sunnah lainnya seperti: puasa syawwal, ayyaamul bidh (tanggal 13, 14 dan 15 hijriyah), puasa arafah, dan puasa-puasa sunnah lainnya.
Kebiasaan tadarrus dan ibadah-ibadah sunnah lain seperti sedekah tetap bisa digalakkan setiap hari. Tidak ada salahnya, sebagai motivasi ketika telah khatam quran kita memberikan apresiasi (reward) secara mandiri. Misalnya, “saya boleh membeli ini dan itu kalau saya sudah khatam quran dalam sebulan ini”. Atau sebaliknya, bisa saja dibuatkan mekanisme hukuman (punishment), misalnya: “saya akan lari satu kilometer jika dalam sehari tidak membaca alquran”, atau “saya akan bersedekah sekian rupiah sebagai ganti karena tidak membaca alquran pada hari ini”.
Kesemuanya itu jika benar-benar dilakukan karena Allah dan demi kebaikan diri kita di kehidupan abadi kelak maka insya Allah hal itu akan lebih mudah dijalankan. Semoga kita menjadi manusia ramadhan sepanjang masa, manusia yang tetap mempertahankan kebaikan-kebaikan bulan ramadhan dalam keseharian hingga akhir hayat kita. Aamiin…
Oleh : Abdul Latip, M.M.





