Bersedekah sebelum kaya

Syetan itu selalu menawarkan seribu satu alasan untuk menggagalkan upaya manusia berbuat baik. Saat seseorang tak punya banyak uang, angan-angannya ingin sedekah dengan jumlah sekian, yang barangkali saat tak punya uangnya jumlah sekian itu sudah terhitung banyak.

Saat benar-benar ia punya uang seperti yang diangankan tersebut ia teringat akan niatan bersedekahnya. Saat itulah syetan akan berbisik: “sudahlah.. kamu kan bukan orang kaya. Sedekah itu seikhlasnya. Semampumu saja.” Maka, saat itulah pikiran mulai berubah, karena syetan sudah mulai menggodanya, dengan logika, dengan perhitungan-perhitungan tertentu, dan dengan berbagai hal yang membuat orang tersebut akan menggagalkan rencana baiknya. Syetankah yang salah? Syetan memang sudah salah sejak dulu, tetapi menggagalkan atau meneruskan niat baik tentu kembali kepada setiap orang itu sejak dulu.

Syetan telah melakukan Memorandum of Understanding (MoU) atau “nota kesepakatan” dengan Tuhan yang terdokumentasikan dalam QS. Al-Hijr 39-40 :

“Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku “sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti ‘aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka.”

Kata kuncinya adalah keikhlasan. Siapapun yang ikhlas karena-Nya maka syetan tak kan mampu melawannya. Ikhlas itu mudah dipahami dan ringan diucapkan, tetapi bukan perkara mudah untuk menjalaninya. Syetan pun demikian uletnya untuk menggoda setiap orang agar selalu tak ikhlas dalam beramal. Nafsu selalu menjadi tempat markas utama bagi syetan untuk mengajak “berkompromi” bagi setiap insan yang pada akhirnya apapun amalannya keikhlasan nomor sekian.

Ada satu nasihat bijak yang pernah penulis dapatkan dari Gus Baha’, dalam mengendalikan nafsu itu pilihlah yang berat bagi nafsunya. Misal, orang mau bersedekah, saat itu ia tahu kalau tidak sedekah maka ia akan merasa malu karena kanan kirinya telah bersedekah. Dalam keadaan demikian maka baiknya tak usah sedekah, karena menahan rasa malu tidak bersedekah dibandingkan mengeluarkan sedekah akan terasa lebih berat menahan rasa malunya.

Dibutuhkan keikhlasan dalam beramal apapun, baik amal yang bersifat fisik dan mental, seperti sholat dan puasa ataupun amal yang bersifat harta (maliyah) berupa zakat atau sedekah secara umum. Keikhlasan dalam beramal apapun itu butuh latihan.

Sangatlah wajar bila dalam proses belajar seseorang akan gagal, sebagaimana anak kecil yang berlatih berjalan atau bersepeda. Terjatuh dan bahkan mungkin akan terluka itu hal yang biasa. Demikian juga dalam setiap orang melatih keikhlasannya.

Dalam konteks bersedekah yang ikhlas, tak perlu menjadi kaya terlebih dahulu untuk ikhlas. Setiap orang sebenarnya sudah berlatih saat masih uangnya pas-pasan. Saat uang yang dimilikinya 100.000,- maka ia tak merasa berat untuk berbagi dengan temannya 10.000,-. Saat uangnya sejuta, mungkin masih tidak terlalu berat untuk membagikan seratus ribunya bagi yang lain. Tapi saat uang ada 100 juta maka membagikan 10 juta pasti akan terasa berat. Mungkin di sinilah, tidak semua orang menjadi kaya itu akan tetap ikhlas beramal sebagaimana saat seseorang itu masih menjadi miskin.

 

Abdul Latip, M.M.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot gacor slot gacor slot gacor slot gacor slot gacor slot gacor