Hingga detik dunia sedang digoncang wabah sejak akhir 2019. Data per hari ini jumlah kasus positif corona di berbagai negara menembus angka satu juta kasus. (sumber: detik.com, 03/04/2020).
Keadaan ini semakin mengkhawatirkan semua pihak. Pemerintah dengan segala kelebihan dan kekurangannya telah berusaha untuk meredakan virus ini dengan berbagai cara, sekaligus merancang berbagai program dan anggaran untuk penanganan saat ini serta pemulihan kondisi agar korban keadaan tidak menjalar pada hal-hal sosial-ekonomi yang semakin parah.
Pencegahan persebaran virus banyak dilakukan dan banyak dihimbau berbagai pihak. Mayoritas daerah hingga tingkat RT telah menerapkan sistem lock down yang belum tentu dimengerti semua warganya tentang arti lock down.
Kalangan ulama’ terjadi perbedaan pandangan soal sikap menghadapi wabah ini, terutama dalam hal peniadaan ibadah sholat jumat. Perbedaan pandangan ini disebabkan oleh pemahaman atas keadaan, apakah keadaan ini sudah benar merupakan sesuatu wabah yang mengharuskan jumatan diliburkan, ataukah peniadaan jumatan hanya berlaku bagi yang telah benar-benar terkena wabah secara individual, bukan suatu kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tertentu, meskipun sebagian besarnya masih sehat-sehat saja.
Terlepas dari itu semua maka masyarakatpun terbelah dalam memahami keadaan ini. Pertama, ada masyarakat yang acuh tak acuh, menganggap ini sebagai hal biasa saja. Tidak ada perubahan hal apapun dalam kehiduapnnya, baik kehidupan dunianya ataupun kehidupan religiusitasnya.
Kedua, ada masyarakat yang resah dengan keadaan ini, sehingga larut dalam arus penjagaan kesehatan yang ketat, dan ikut aktif dalam pencegahan persebaran virus. Namun sayangnya, kelompok ini tetapi tidak melakukan perubahan apapun dari sisi religiusitasnya. Tidak merubah perilaku dan amal keagamaannya menjadi lebih baik, karena tidak begitu memahami bahwa musibah ini terjadi atas kuasa ilahi, yang menjadi ujian dan peringatan bagi umat beragama. Karena kurangnya pemahaman inilah kelompok ini tidak semakin membuatnya banyak berdoa, bertaubat, beristighfar serta melaksanakan keuatamaan-keutamaan ibadah, seperti sholat berjamaah selagi masih ada kesempatan menjalankannya.
Ketiga, ada masyarakat yang resah dengan keadaan ini. Mereka aktif menjaga kesehatan fisiknya sekaligus meningkatkan kualitas keruhaniannya. Keadaan ini menyadarkan mereka memahami bahwa musibah ini terjadi atas kuasa ilahi, yang menjadi ujian dan peringatan bagi umat beragama. Karena pemahaman inilah kelompok ini semakin banyak berdoa, bertaubat, beristighfar serta melaksanakan keuatamaan-keutamaan ibadah, seperti sholat berjamaah selagi masih ada kesempatan menjalankannya.
Keempat, adalah kelompok masyarakat yang memiliki tingkat tinggi dalam kedewasaan dan pemahaman qadla dan qadar-Nya. Kelompok ini sepenuhnya bahwa manusia pada posisi yang sangat tunduk pada keputusan-Nya namun disertai dengan usaha yang bisa dilakukan. Yang membedakan dengan kelompok ketiga adalah sikapnya yang tak memiliki keresahan apapun karena mereka telah sampai pada taraf lâ khoufun ‘alaihim wa lâ hum yahzanûn, tak memiliki rasa kuatir dan kesusahan apapun.
Tidak bisa dipungkiri wabah ini menjadikan banyak orang kehilangan akal sehat. Sikap kehilangan akal sehatnya ditunjukkan dengan kehati-hatian yang berlebihan akhir-akhir ini, seperti penolakan penguburan jenazah terserang corona, pengusiran orang atau keluarga yang baru mudik dari daerah zona merah, pengucilan kepada tenaga kesehatan yang menangani pasien terkena wabah, penggunaan perangkat kesehatan yang tidak semestinya. Dalam kondisi seperti inilah penting untuk memiliki pengetahuan yang cukup tanpa terbawa arus yang menghilangkan akal sehat.
Berpikir negatif dan terlalu panik bagi yang terkena virus akan semakin memperburuk keadaan. Bagi yang sebenarnya tak terkena virus sama sekali, karena seringnya berpikir negatif saat mengalami sedikit keluhan, kemudian merasa seolah-olah terkena virus malah akan menjadikannya turun imunitas tubunnya. Inilah yang disebut sebagai sindrom dekondria, merasa sakit walau sebenarnya secara medis tidak sakit. Di saat imunitas menurun itulah virus akan mudah menyerang.
Dalam keadaan seperti ini kita harus meniru kelompok yang keempat, agar tak perlu resah dan kuatir yang berlebihan. Tingkatkan kewaspadaan, tak perlu panik yang berlebihan, tetap berfikir positif dan tenang. Sebab, menurut Ibnu Sina, tokoh kedokteran islam mengatakan, bahwa kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan.





