Cara Mencintai Allah SWT

Dalam kitab Qomi’uth Thughyan dijelaskan bahwa cabang iman yang ke sepuluh adalah mencintai Allah swt. Mencintai Allah swt dibuktikan dengan mencintai alquran. Mencintai Allah dan alquran ditunjukkan dengan mencintai Rosulullah. Mencintai Rosulullah ditunjukkan dengan mencintai sunnah-sunnahnya. Mencintai sunnah-sunnahnya dibuktikan dengan lebih mencintai akhirat. Mencintai akhirat ditunjukkan dengan lebih mengutamakan akhirat dan tidak mencintai dunia. Tidak mencintai dunia ditunjukkan dengan tidak mengambil bagian dunia kecuali menjadikannya sebagai bekal dan persiapan untuk akhirat.

Kehidupan akhirat adalah kehidupan yang abadi dibandingkan dengan fase kehidupan apapun. Fase kehidupan di alam rahim umumnya takkan lebih dari lima bulan, yaitu setelah ditiupkannya ruh. Kehidupan alam dunia umumnya tak jauh dari usia Rosulullah saw, yaitu sekitar enam puluh tahunan. Sementara kehidupan di alam kubur dan alam akhirat akan sangat bergantung amalnya ketika hidup di dunia. Bagi orang yang beriman mereka sadar betul akan hal ini, kemudian menjadikan kehidupan dunia sebagai tempat menanam kebaikan untuk dituai kelah di akhirat. Inilah bukti cinta seseorang mencintai Allah, menjadikan dunia sebagai sarana kehidupan akhirat, bukan sebagai akhir tujuan.

Pengakuan keimanan seseorang tanpa mengaitkan apapun dengan kehidupan akhirat adalah bohong besar, di mana mengutamakan kepentingan akhirat adalah bukti seseorang mencintai Allah. Imam Hatim Bin Ulwan mengatakan ; “bahwa barang siapa mengaku mencintai Allah tetapi tidak meninggalkan yang diharamkan maka ia berbohong. Barang siapa mengakui mencintai Rasulullah tetapi ia tidak menyantuni orang fakir maka ia berbohong. Barang siapa mencintai (mengharapkan) surga tetapi ia tidak mau berinfaq adalah bohong”.
Cinta kepada Allah tidaklah berhenti di dalam hati, apalagi terbatas pada ucapan. Cinta itu bukanlah sekedar kata-kata, apalagi sebatas permainan kata-kata. Manifestasi cinta adalah adanya perbuatan yang menyatakan bentuk kecintaan seseoarang pada sesuatu. Meskipun rasa cinta berada dalam ranah perasaan, yaitu di dalam hati, tetapi perasaan tidaklah cukup tanpa adanya pembuktian. Jangankan cinta kepada yang maha haq, mencintai kepada sesama makhluk-Nya pun pasti akan dituntut adanya sebuah pembuktian.

Sumber : Kitab Qomi’uth Thughyan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot gacor slot gacor slot gacor slot gacor slot gacor slot gacor